BERLIN – Harga BBM, termasuk bensin dan solar, di Jerman terus melambung, meskipun harga minyak mentah dunia beberapa hari terakhir terpantau turun setelah sempat naik imbas perang Rusia-Ukraina. Sejumlah analis menilai ada yang tidak beres dengan kondisi ini, dengan beberapa spekulan menganggap sejumlah kilang minyak menyalahgunakan wewenang mereka.
Seperti dilansir dari Deutsche Welle, dalam beberapa pekan terakhir, Jerman dikejutkan dengan meroketnya harga bahan bakar. Pengendara harus mengeluarkan 2,13 euro untuk satu liter bensin di stasiun pengisian bahan bakar. Angkanya bahkan lebih mengerikan untuk mesin diesel, dengan 2,25 per liter atau lebih mahal daripada bensin untuk pertama kalinya dalam sejarah meskipun ada subsidi pemerintah.
Di Jerman, rekor harga bahan bakar yang tinggi saat ini merupakan dampak yang paling terlihat dari invasi Rusia ke Ukraina. Meski demikian, sejumlah ekonom berpendapat ada yang tidak beres. “Tentu saja ada ketidakpastian yang cukup besar tentang jumlah minyak yang mungkin tersedia dalam beberapa hari atau minggu ke depan. Itu menyebabkan pemasok menimbun dengan harga tinggi,” ujar Jens Boysen-Hogrefe dari Kiel Institute for the World Economy.
Sesaat sebelum perang dimulai, harga minyak mentah Brent dipatok 85 euro per barel. Setelah lebih dari seminggu, harganya mencapai level tertinggi di angka 115 euro per barel. Pada 17 Maret 2022, harga satu barel turun dan berada di bawah 96 euro. Namun, harga bahan bakar terus mengirimkan gelombang kejut dengan 2,25 euro untuk satu liter diesel atau 0,55 euro lebih tinggi dari tiga minggu lalu.
Uang yang dibayar pengendara untuk pengisian bahan bakar didistribusikan ke beberapa pihak, termasuk perusahaan minyak, pemasok, kilang, pompa bensin, dan negara. Biaya aktual produk membuat lebih dari setengah harga. Itu menyangkut harga pengadaan minyak mentah serta biaya pengangkutan, pemrosesan lebih lanjut, penyimpanan, administrasi, dan distribusi, ditambah pajak CO2 yang dibayarkan oleh perusahaan minyak dan keuntungan mereka.
Kantor pajak pemerintah juga mengambil bagian besar dari pengisian bahan bakar, dengan pajak menyumbang sekitar 39% dari tagihan untuk solar dan 48% untuk bensin. Meski demikian, kecil kemungkinan negara juga diuntungkan dari harga BBM yang tinggi. Pasalnya, tarif pajak energi bersifat tetap dan berfluktuasi dengan harga bahan bakar. Untuk solar sebesar 47,04 sen per liter dan untuk bensin 65,45 sen per liter.
“Pajak pertambahan nilai dihitung sebagai persentase, tetapi sangat mungkin bahwa jumlah yang lebih tinggi yang dikeluarkan oleh pengendara di pompa bensin akan terlewatkan di tempat lain,” sambung Boysen-Hogrefe. “Mungkin satu atau dua orang akan menolak kunjungan ke restoran, yang pada akhirnya berarti pemilik restoran tidak akan membayar pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai.”
Pemilik pompa bensin juga tampaknya tidak diuntungkan dengan harga bahan bakar yang tinggi. Pasalnya, menurut Boysen-Hogrefe, margin di sana relatif ketat. Mereka kemungkinan menjual lebih sedikit karena harga bahan bakar yang lebih tinggi bisa berarti lebih sedikit pelanggan yang mau membeli ekstra. “Dalam hal ini, harga bahan bakar yang tinggi sebenarnya bukan kabar baik bagi pompa bensin,” tambahnya.
Jerman mengimpor hampir semua minyak mentah yang dibutuhkannya dan 41% diesel siap pakai. Namun, apakah Rusia yang akan mengambil keuntungan? Manuel Frondel, seorang ekonom energi dari RWI Leibniz Institute for Economic Research, menyebut kecil kemungkinan negara itu mendapatkan keuntungan dari impor bahan bakar Jerman yang tinggi. “Ada kontrak jangka panjang dan semua pengiriman dibayar dengan harga yang ditetapkan dalam kontrak ini,” terang Frondel.
Karena itu, beberapa pakar menilai kilang mungkin menjadi alasan melonjaknya harga bensin dan solar. Ekonom Jerman, Justus Haucap, mengatakan, penyalahgunaan kekuatan pasar oleh kilang memang belum bisa dipastikan. Menurutnya, itu tidak dapat dikesampingkan, tetapi ada kemungkinan alasan lain. “Ada kemungkinan bahwa kilang mengharapkan larangan impor minyak dan solar dari Rusia dalam waktu dekat,” tulisnya dalam Twitter.
Alexander von Gersdorff, juru bicara Asosiasi Bisnis Bahan Bakar dan Energi, menyebut kelangkaan produk minyak menjelaskan perbedaan harga bahan bakar dari harga minyak. Dijelaskannya, perusahaan minyak berturut-turut mengurangi impor minyak dan juga solar dari Rusia atas inisiatif mereka sendiri, tanpa sanksi. “Karena ketidakpastian geopolitik, harga produk telah naik dan tetap begitu tinggi, meskipun harga minyak Brent kembali jatuh,” papar von Gersdorff.
Justus Haucap lebih lanjut berspekulasi bahwa kilang mungkin sudah memperketat pasokan hari ini jika perlu (dengan menaikkan harga) dan mengisi barel jika terjadi embargo. Namun, apakah kilang menyalahgunakan kekuasaan mereka? Kantor Kartel Federal saat ini sedang menyelidiki pertanyaan itu atas perintah menteri ekonomi Jerman.