JAKARTA – Seperti karya seni lainnya, menciptakan lagu bukan perkara yang gampang. Memang ada penulis yang jago membuat karya, tetapi ada pula yang membutuhkan waktu dan energi khusus untuk menghasilkan lagu yang berpotensi menjadi populer. Karena itu, tidak heran jika kemudian harga 1 lagu ciptaan bisa mencapai angka puluhan hingga ratusan juta rupiah, tergantung popularitas penulis karya.
Dalam beberapa waktu terakhir, industri hiburan Tanah Air, terutama musik, diramaikan dengan persoalan royalti lagu. Banyak penulis karya yang gerah karena lagu mereka dibawakan penampil tanpa izin tertulis. Pasalnya, mereka berhak mendapatkan royalti atau imbalan atas penggunaan suatu ciptaan mereka jika dibawakan oleh orang lain.
Kewajiban membayar royalti telah tertuang dalam peraturan Pemerintah nomor 56 tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik. Dalam beleid yang diteken Presiden Joko Widodo tersebut, kewajiban tertuang dalam Pasal 3 ayat 1. Besaran royalti sendiri ditetapkan LMKN (Lembaga Manajemen Kolektif Nasional) yang beranggotakan pencipta dan pemilik hak terkait. LMKN mengumpulkan royalti dari pihak yang menggunakan lagu secara komersial.
Untuk royalti lagu dari konser musik dengan tiket berbayar misalnya, diperoleh dari 2 persen dari hasil kotor penjualan tiket ditambah 1 persen dari tiket yang digratiskan. Sementara itu, untuk tayangan di televisi, perhitungannya yakni 1,15 persen dari pendapatan iklan atau iuran berlangganan tahun sebelumnya. Besaran royalti untuk radio, acara seperti pesta, dan tempat karaoke akan berbeda.
Apabila penampil tidak mau dipusingkan dengan perhitungan royalti lagu, mereka bisa memilih untuk membeli lagu tersebut. Harganya bervariasi, biasanya tergantung kepopuleran sang pencipta lagu. Ahmad Dhani, pentolan Dewa 19, mengaku membeli tiga lagu asing untuk tiga karyanya, yakni Jika Surga dan Neraka Tak Pernah Ada, Cinta Mati II, dan Cinta Mati III.
“Total ada tiga, yaitu Jika Surga dan Neraka Tak Pernah Ada, Cinta Mati II, dan Cinta Mati III,” kata Dhani, dilansir dari Solopos. “Pertamanya mereka pikir wah Indonesia negara besar kan, wah 200 juta orang, mereka mintanya macam-macam. Tapi karena mereka punya perwakilan di Indonesia, jadi mereka bisa menjelaskan. Jadi akhirnya Rp20 juta dapatlah itu lagu. Itu tahun 2010.”
Sementara itu, ketika ST12 sedang booming pada tahun 2010-an silam, kabarnya sang frontman, Charly Van Houten, mematok harga ratusan juta rupiah bagi mereka yang ingin mendapatkan lagu ciptaannya. Ia saat itu memang sedang laris-larisnya sebagai penampil dan banyak penyanyi top antre untuk mendapatkan lagunya. “Iya benar, sekitar segitulah,” ujarnya, dikutip dari Viva.
Namun, apabila tidak mau menggandeng penulis lagu kenamaan, sekarang juga sudah banyak jasa pembuatan lagu, mulai dari penulisan lirik hingga mixing dan mastering. Salah satu penyedia jasa yang berlokasi di Bandung menawarkan pembuatan lagu dengan harga Rp7 jutaan per lagu. Sistem yang dipakai adalah jual putus, sehingga penyanyi berhak 100 persen atas lagu tersebut.