JAKARTA – Rupiah tidak punya cukup tenaga untuk bangkit ke area hijau pada perdagangan Kamis (6/7) sore ketika aset berisiko cenderung tertekan setelah risalah The Fed menunjukkan nada hawkish, yang mendorong dolar AS. Menurut laporan Bloomberg Index pada pukul 14.59 WIB, mata uang Garuda ditutup melemah 38,5 poin atau 0,26% ke level Rp15.056 per dolar AS.
Sementara itu, mata uang di kawasan Benua Asia terpantau bergerak variatif terhadap greenback. Yen Jepang memimpin penguatan setelah naik 0,16%, diikuti yuan China yang menguat 0,05%, dolar Singapura yang terapresiasi 0,02%, dan dolar Hong Kong yang bertambah 0,01%. Sebaliknya, won Korea Selatan harus melemah 0,4%, sedangkan peso Filipina minus 0,34% dan rupee India turun 0,25%.
“Rupiah diproyeksikan melemah terhadap dolar AS pada hari ini ketika pelaku pasar menanggapi sinyal dari The Fed yang akan menaikkan suku bunga acuan paling tidak dua kali lagi pada tahun ini,” ujar analis PT Sinarmas Futures, Ariston Tjendra, pagi tadi seperti dikutip dari CNN Indonesia. “Ini bisa menambah sentimen pelemahan ke rupiah yang juga aset berisiko.”
Dari pasar global, dolar AS secara luas bergerak lebih tinggi terhadap mata uang utama pada hari Kamis, setelah rilis risalah dari pertemuan kebijakan terbaru Federal Reserve memperkuat ekspektasi pasar untuk kenaikan suku bunga bulan. Mata uang Paman Sam terpantau menguat 0,049 poin atau 0,05% ke level 103,422 pada pukul 10.59 WIB.
Risalah pertemuan The Fed bulan Juni yang dirilis pada hari Rabu (5/7) waktu setempat menunjukkan bahwa sebagian besar pembuat kebijakan mengharapkan pengetatan lebih lanjut dalam kebijakan moneter AS, bahkan ketika mereka setuju untuk mempertahankan suku bunga stabil pada bulan lalu. Itu mengirim dolar AS sedikit lebih tinggi, karena taruhan menguat bahwa bank sentral AS akan melanjutkan kampanye kenaikan suku bunga bulan ini dan suku bunga akan tetap lebih tinggi lebih lama untuk menjinakkan inflasi.
“Risalah FOMC tampak hawkish dengan beberapa anggota komite mendukung kenaikan suku bunga, meskipun tidak ada yang memilih pada akhirnya,” terang kepala strategi Asia FX di RBC Capital Markets, Alvin Tan, dilansir dari Reuters. “Itu meningkatkan kesan bahwa jeda bulan Juni sebelumnya adalah jeda sementara.”