JAKARTA – Kamis (11/8) kemarin, Estonia dan Latvia mengumumkan bahwa mereka telah keluar dari kelompok perdagangan 16+1 China dengan negara-negara Eropa Tengah dan Timur, menyusul Lithuania pada tahun lalu. Menurut sejumlah analis, langkah itu mengindikasikan bahwa keduanya tidak mau bekerja sama dengan negara yang bertindak menentang demokrasi.
“Kedua negara berusaha memberi sinyal dengan sangat jelas bahwa mereka berada di kubu pro-demokrasi, dan mereka tidak ingin bersekutu dengan negara-negara yang dianggap bertindak bertentangan dengan demokrasi,” papar Sarah Kreps, Profesor Pemerintahan dan Hukum di Cornell University, dilansir dari South China Morning Post. “Mereka ingin memikirkan cara-cara ketika mereka dapat mengekspresikan kesetiaan itu, sehingga jika mereka rentan, (AS dan sekutu Baratnya) akan mengingatnya dan memastikan untuk memberi mereka pertahanan yang kuat.”
Kementerian Luar Negeri Latvia menuliskan bahwa mereka telah memutuskan untuk menghentikan partisipasinya dalam kerangka kerja sama negara-negara Eropa Tengah dan Timur dan China. Sementara itu, Kementerian Estonia mencatat bahwa meskipun telah berpartisipasi dalam kelompok itu sejak didirikan pada 2012, mereka belum menghadiri pertemuan format apa pun setelah KTT Februari lalu.
Meski demikian, baik Estonia maupun Latvia kompak mengatakan bahwa mereka akan terus mengupayakan hubungan yang konstruktif dan pragmatis dengan China, baik secara bilateral, maupun melalui kerja sama Uni Eropa-China berdasarkan saling menguntungkan, menghormati hukum internasional, hak asasi manusia, dan tatanan berbasis aturan internasional.
Forum ini didirikan oleh Beijing sekitar satu dekade lalu sebagai 16+1, kemudian berubah menjadi 17+1 ketika Yunani bergabung pada 2019, sebagai sarana untuk meningkatkan perdagangan dan investasi. Namun, kemitraan baru-baru ini telah kehilangan momentum. Lithuania meninggalkan grup pada tahun lalu, dengan alasan hasil ekonomi yang mengecewakan, dan analis telah mengantisipasi bahwa untuk beberapa waktu, tetangga Baltik mereka akan mengikuti.
Kecurigaan terhadap Negeri Panda telah tumbuh di seluruh wilayah setelah Presiden China, Xi Jinping, menyatakan persahabatan ‘tanpa batas’ dengan pemimpin Rusia, Vladimir Putin, pada bulan Februari lalu. “Perang berikutnya yang dilancarkan Putin melawan Ukraina dan ketegangan militer di Selat Taiwan telah mendorong lebih banyak negara, seperti Latvia dan Estonia, untuk membangun diri mereka di kamp-kamp tertentu, seperti di Perang Dingin,” sambung Kreps.
Menteri Luar Negeri Lithuania, Gabrielius Landsbergis, adalah pejabat tinggi Uni Eropa yang membela kunjungan Ketua DPR AS, Nancy Pelosi, ke Taipei pada minggu lalu, dengan mengatakan dia telah membuka pintu ke Taiwan lebih luas. Duta Besar Lithuania untuk China, Diana Mickeviciene, yang diusir dari China pada tahun lalu selama pertikaian atas Taiwan, menegaskan kembali dukungan untuk kunjungan Pelosi.
Dalam upaya untuk meningkatkan hubungan yang telah memburuk setelah invasi Rusia ke Ukraina dan dukungan China terhadap klaim teritorial Moskow, Beijing mengirim utusan regionalnya, Huo Yuzhen, dalam perjalanan selama musim semi. Bulan lalu, sebagai cerminan dari berkurangnya selera untuk terlibat dengan China di seluruh Eropa Tengah dan Timur, Beijing menjadi tuan rumah dialog dengan 11 negara dari kawasan itu.
Andrew Mertha, Direktur Studi China di Johns Hopkins School of Advanced International Studies, mengatakan bahwa langkah Latvia dan Estonia menunjukkan kesediaan untuk tetap membuka pintu ke Beijing, bahkan ketika mereka menyatakan di pihak mana mereka secara geopolitik. Menurutnya, Latvia dan Estonia berusaha untuk meningkatkan keamanan mereka dengan kaki mereka sendiri.
“Namun, dengan mengklaim untuk mencari hubungan yang konstruktif dan pragmatis dengan Beijing, mereka menandakan bahwa mereka juga memahami bahwa ada perbedaan bernuansa antara Beijing dan Moskow mengenai ‘lingkup pengaruh’ masing-masing yang dapat dimanfaatkan oleh negara-negara Baltik ini,” ujar Mertha. “Kita seharusnya tidak terkejut, tetapi Beijing juga tidak perlu terlalu khawatir.”