ISTANBUL – Mata uang turki, lira, langsung mengalami turbulensi tidak lama setelah Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, bersikeras bahwa dia berpijak pada Islam yang mengharamkan riba saat menuntut bank sentral negaranya untuk tetap mempertahankan suku bunga yang rendah. Hal itu dilakukan bahkan ketika mata uang terdepresiasi dengan cepat dan inflasi merajalela.
Seperti dilansir dari Deutsche Welle, Erdogan telah berulang kali meminta bank sentral untuk menurunkan biaya pinjaman meskipun tingkat inflasi tahunan negara lebih dari 20%. Ekonom arus utama percaya bahwa hasil eksperimen Erdogan dengan mata uang dapat mengakibatkan inflasi konsumen mencapai 30% atau lebih tinggi di bulan-bulan mendatang.
Namun, dalam sambutannya di televisi pemerintah, Erdogan bersikeras bahwa Islamlah yang memandu keputusannya dalam menuntut bank sentral mempertahankan suku bunga rendah. Dia juga menjanjikan bantuan kepada eksportir dan meningkatkan kontribusi pemerintah untuk dana pensiun. “Sebagai seorang Muslim, saya akan terus melakukan apa yang diperintahkan agama kami,” kata Erdogan.
Pada satu titik dalam perdagangan Senin (20/12) kemarin, lira turun lebih dari 11% terhadap dolar as menuju level 18,40, atau posisi terendah sepanjang masa. Setelah Erdogan berbicara dan memberikan insentif untuk mendorong penghematan dalam mata uang, lira menguat sekitar 10% dan diperdagangkan sekitar 14,90 melawan dolar AS. Namun, setiap keuntungan yang diperoleh lira lebih karena greenback menghadapi tekanan.
Diplomat asing yang bertugas di Turki berspekulasi bahwa Erdogan berpikir pertumbuhan ekonomi akan memungkinkan dia untuk mengklaim kemenangan dalam pemilihan berikutnya yang akan berlangsung pada pertengahan 2023. Jika kembali terpilih, itu adalah masa jabatannya di pucuk pimpinan Republik Turki untuk dekade ketiga.
Erdogan percaya bahwa mata uang yang lebih murah akan mendorong ekspor. Namun, pada saat inflasi meningkat, ekonom arus utama menyarankan menaikkan suku bunga untuk mengimbangi tekanan inflasi pada ekonomi. Dia lantas berjanji untuk mengendalikan inflasi dan membuatnya di bawah 4%, tetapi sudah kesekian kalinya gagal ditepati.
Perbankan Islam sendiri didasarkan pada konsep bahwa membebankan bunga pinjaman atau uang pinjaman adalah riba. Ini bukan pertama kalinya Erdogan menyebut Islam sebagai pedoman dalam pengambilan keputusan kebijakan moneternya. Bulan lalu, ia mendeklarasikan ‘perang ekonomi kemerdekaan’, bertujuan untuk menghilangkan ketergantungan Turki pada investasi asing langsung dan berbagai biaya impor energi seperti minyak dan gas alam yang diperlukan untuk mendorong ekonomi.
“Pilihan kebijakan yang diterapkan di sini tidak hanya menciptakan masalah ekonomi baru bagi dunia usaha, tetapi juga bagi seluruh warga kita,” kutuk TUSIAD. “Sangat mendesak untuk menilai kerusakan yang telah terjadi pada ekonomi, dan segera kembali ke penerapan prinsip-prinsip ekonomi yang mapan, dalam kerangka ekonomi pasar bebas.”
Sebagai tanggapan, Erdogan mengecam lobi bisnis setelah memimpin pertemuan kabinet saat pajak baru disepakati, di antara langkah-langkah lain untuk meningkatkan nilai lira terhadap dolar AS dan euro. “Anda berencana untuk menggulingkan pemerintah. Jangan menggantungkan harapan dengan sia-sia,” tandasnya.