JAKARTA – Setelah bergerak dalam kisaran yang sempit, rupiah mampu menutup perdagangan Jumat (16/12) sore di zona hijau meskipun Bank of England dan Bank Sentral Eropa kompak menaikkan suku bunga acuan mereka. Menurut laporan bloomberg Index pukul 14.59 WIB, mata uang Garuda berakhir menguat 21 poin atau 0,13% ke level Rp15.598 per dolar AS.
Sementara itu, mayoritas mata uang di kawasan Benua Asia terpantau tidak mampu mengalahkan greenback. Won Korea Selatan menjadi yang paling terpuruk setelah anjlok 0,54%, diikuti yen Jepang yang melorot 0,26%, peso Filipina yang terkoreksi 0,16%, baht Thailand yang melemah 0,13%, dan dolar Hong Kong yang turun 0,02%. Sebaliknya, dolar Singapura masih mampu menguat 0,2%, sedangkan yuan china bergerak stagnan.
“Mata uang di Asia bisa melemah lagi terhadap dolar AS karena ekspektasi The Fed yang lebih dovish mengecewakan,” tutur macro strategist DBS Bank di Singapura, Chang Wei Lang, seperti dilansir dari Bloomberg. “FOMC meeting mempertahankan sikap hawkish sekaligus menurunkan prediksi pertumbuhan ekonomi AS pada tahun depan.”
Dari pasar global, dolar AS sebenarnya berbalik bergerak lebih rendah versus mata uang lainnya pada hari Jumat, di tengah meningkatnya kekhawatiran bahwa pengetatan moneter yang berkelanjutan di bank sentral dunia dapat memicu resesi. Mata uang Paman Sam terpantau melemah 0,097 poin atau 0,09% ke level 104,461 pada pukul 15.11 WIB.
Kamis (15/12) waktu setempat, Bank of England dan Bank Sentral Eropa (ecb) kompak menaikkan suku bunga acuan mereka masing-masing 50 basis poin dalam usahanya untuk menekan angka inflasi yang masih tinggi. Langkah tersebut mengikuti kebijakan Federal Reserve yang sebelumnya juga mengatrol suku bunga acuan sebesar 50 basis poin.
Presiden ECB, Christine Lagarde, mengatakan bahwa kenaikan ini belum cukup dan mereka masih harus melanjutkan pertempuran melawan inflasi dengan kecepatan tetap. Sehari sebelumnya, Federal Reserve juga memperketat kebijakan, dengan Ketua The Fed, Jerome Powell, berujar bahwa pembuat kebijakan memperkirakan suku bunga akan naik lebih tinggi dan tetap tinggi untuk waktu yang lebih lama.
“Ini telah menjadi malam yang besar di pasar, dengan reaksi ‘risk-off’ sederhana terhadap The Fed pada hari Rabu (14/12) dari apa yang dilihat sebagai rangkaian hasil yang sedikit lebih hawkish dari yang diharapkan,” ujar kepala strategi valuta asing di National Australia Bank, Ray Attrill, dilansir dari Reuters. “Itu sangat diperburuk oleh pesan dari pertemuan ECB.”