JAKARTA – Rupiah mampu bertahan di area hijau pada perdagangan Jumat (3/6) sore ketika dolar AS harus terpuruk menjelang rilis data nonfarm payrolls AS yang dapat memberikan petunjuk tentang kebijakan The Fed. Menurut laporan Bloomberg Index pukul 14.59 WIB, mata uang Garuda berakhir menguat 47 poin ayau 0,32% ke level Rp14.433 per dolar AS
Sementara itu, mayoritas mata uang di kawasan Benua Asia juga berhasil mengangkangi greenback. Won Korea Selatan menjadi yang paling perkasa setelah meroket 0,82%, diikuti yuan China yang menguat 0,39%, ringgit Malaysia yang bertambah 0,07%, dan yen Jepang yang naik tipis 0,05%. Namun, peso Filipina harus melemah 0,23%, sedangkan dolar Singapura bergerak minus 0,03%.
“Rupiah akan menguat pada perdagangan hari ini karena pasar memanfaatkan momentum buy on clip untuk mendapatkan peluang kenaikan di tengah aktivitas ekonomi yang sudah longgar,” tutur analis pasar uang, Ariston Tjendra, pagi tadi seperti dikutip dari CNN Indonesia. “Pergerakan rupiah juga akan terbantu oleh realisasi inflasi Indonesia sebesar 0,4% pada Mei 2022 kemarin.”
Dari pasar global, dolar AS terpantau bergerak lebih rendah pada hari Jumat saat fokus investor tertuju pada data pekerjaan AS untuk mencari petunjuk tentang seberapa jauh dan cepat Federal Reserve akan menaikkan suku bunga acuan mereka. Mata uang Paman Sam melemah 0,114 poin atau 0,11% ke level 101,710 pada pukul 10.38 WIB.
Dolar AS sebelumnya sempat naik sepanjang bagian awal minggu karena rekor inflasi tinggi di Eropa dikhawatirkan menjadi pertanda dari tingkat yang lebih tinggi di mana-mana. Namun, mata uang tersebut harus jatuh ke zona merah semalam setelah data ekonomi AS dilaporkan beragam, yang memperkeruh prospek.
Data pada Kamis (2/6) malam waktu setempat menunjukkan kenaikan yang lebih rendah dari perkiraan dalam perekrutan swasta di AS, bersama dengan penurunan mengejutkan dalam jumlah pengajuan tunjangan pengangguran. Data nonfarm payrolls yang akan diumumkan hari ini akan memandu ekspektasi upah dan sentimen tentang kekuatan ekonomi yang lebih luas.
“Untuk pasar ekuitas saat ini, apa pun yang dapat dilihat sebagai pembatasan pengetatan The Fed dapat dipandang sebagai hal yang mendukung,” kata ekonom ING, Rob Carnell, dilansir dari Reuters. “Imbal hasil Treasuries dan pasar mata uang kemungkinan akan mengambil isyarat dari pergerakan saham.”