jakarta – Rupiah harus puas menerima nasib tertahan di zona merah pada perdagangan Kamis (25/11) sore setelah data ekonomi AS dilaporkan positif, termasuk klaim pengangguran yang turun. Menurut paparan Bloomberg Index pada pukul 14.59 WIB, mata uang Garuda berakhir melemah 22,5 poin atau 0,16% ke level Rp14.287,5 per dolar AS.
Sementara itu, mata uang di kawasan Benua Asia terpantau bergerak variatif terhadap greenback. Peso Filipina menjadi yang paling terpuruk setelah terkoreksi 0,32%, diikuti won Korea Selatan yang terdepresiasi 0,32%, dan ringgit Malaysia yang melemah 0,14%. Sebaliknya, baht Thailand mampu menguat 0,26%, sedangkan yuan China naik tipis 0,06%.
“Nilai tukar rupiah berpeluang melemah pada hari ini, karena klaim tunjangan pengangguran mingguan AS menunjukkan klaim terendah sejak 1969,” papar analis mata uang, Ariston Tjendra, pagi tadi seperti dilansir dari CNN Indonesia. “Selain itu, data price consumption expenditure (PCE) menunjukkan kenaikan inflasi pada Oktober 2021, yang akan membuat The Fed mempercepat tapering.”
Pada hari Rabu (24/11) waktu setempat, Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan bahwa klaim pengangguran mingguan negara tersebut berjumlah 199.000, yang sudah tidak terlihat sejak 15 November 1969 silam, ketika jumlah klaim 197.000. Laporan tersebut mengalahkan perkiraan dow jones yang memprediksi sebesar 260.000, sekaligus jauh di bawah 270.000 yang tercatat pada minggu sebelumnya.
Di hari yang sama, Departemen Perdagangan AS mengumumkan laporan PCE melesat 5% secara tahunan pada bulan Oktober 2021, sekaligus menjadi yang tertinggi sejak November 1990. Sementara itu, inflasi inti PCE yang tidak memasukkan item energi dan makanan dalam perhitungan tumbuh 4,1% secara tahunan, lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang tercatat 3,6%.
Tidak hanya itu, belanja konsumen Negeri Paman Sam pada Oktober 2021 dilaporkan naik 1,3% dari bulan sebelumnya yang tumbuh 0,6%. Belanja konsumen sendiri merupakan tulang punggung perekonomian AS, menyumbang sekitar 70% dari total produk domestik bruto (PDB). Setelah rilis data ini, perangkat GDPNow milik The Fed Atlanta menunjukkan PDB berpeluang tumbuh 8,6% pada kuartal IV tahun ini.