BEIJING – Keputusan tiba-tiba pemerintah China untuk melonggarkan kebijakan Covid-19 yang ketat (strategi nol-Covid) telah menimbulkan kekhawatiran dunia global. Dengan banyaknya populasi yang tidak divaksinasi, ada ketakutan akan mutasi, kasus aktif dan kematian yang tinggi, dan gangguan yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Seperti dilansir dari Deutsche Welle, pada hari Selasa (20/12) kemarin, sejumlah pemerintah kota di China mendorong rencana untuk memperluas kapasitas tempat tidur rumah sakit dan membangun klinik baru di tengah kekhawatiran tentang virus yang merajalela, yang diperkirakan dapat menyebabkan antara 1 juta hingga 2,1 juta kematian.
Pihak berwenang memperluas unit perawatan intensif dan, dengan maksud untuk menghentikan penyebaran penyakit di rumah sakit, membangun klinik pemeriksaan demam. Kota-kota termasuk Beijing, Shanghai, Chengdu, dan Wenzhou telah melaporkan penambahan ratusan klinik semacam itu dalam seminggu terakhir saja, setelah mengubah beberapa di antaranya dari fasilitas olahraga.
Setelah protes terhadap kebijakan nol-Covid yang ketat meluas, para pejabat di Negeri Panda baru-baru ini memang memutuskan untuk meninggalkan strategi tersebut secara nasional, beralih dari penguncian dan pengujian massal. Beberapa pemerintah daerah bahkan telah mengambil langkah untuk mempersilakan orang dengan infeksi virus corona ringan untuk pergi bekerja.
Namun, dengan sebagian besar populasi tidak divaksinasi dan hanya ada sedikit kekebalan hibrida dari virus itu sendiri, muncul kekhawatiran ketika beberapa ahli memperkirakan bahwa sekitar 60% dari 1,4 miliar orang di China, sekitar 10% dari populasi global, dapat terinfeksi Covid-19 dalam beberapa bulan mendatang. Virus itu dikhawatirkan bisa menyebar lebih luas selama liburan tahun baru imlek pada bulan depan ketika banyak orang bepergian.
Komisi Kesehatan Nasional China pada Selasa kemarin melaporkan 2.722 kasus baru selama 24 jam terakhir, meningkat dibandingkan dengan 1.995 kasus dalam sehari sebelumnya. Hanya ada sedikit peningkatan dalam kematian yang dilaporkan, total lima, menjadikan total kematian di China akibat Covid-19 menjadi 5.242 kematian.
Sementara angka-angka itu relatif rendah menurut standar global, diperkirakan angka sebenarnya jauh lebih tinggi. Otoritas kesehatan di China hanya menghitung mereka yang meninggal secara langsung akibat virus SARS-CoV-2, tidak termasuk kematian yang disebabkan kondisi mendasar yang meningkatkan risiko penyakit serius. Laporan tidak resmi dari keluarga korban dan orang-orang yang bekerja di bisnis pemakaman menunjukkan gelombang luas kematian akibat virus ini, dengan laporan bahwa krematorium di seluruh negeri sudah mencapai kapasitasnya.
Menanggapi hal tersebut, juru bicara Departemen Luar Negeri as, Ned Price, pada hari Senin (19/12) mengatakan bahwa setiap kali virus menyebar, ia berpotensi bermutasi dan dapat menimbulkan ancaman bagi orang di mana pun. “Kami telah melihat bahwa banyak permutasi yang berbeda dari virus ini dan tentu saja alasan lain mengapa kami begitu fokus membantu negara-negara di dunia mengatasi Covid-19,” katanya.
Investor sempat menyambut pergeseran China dari strategi nol-Covid sebagai kabar baik bagi ekonomi dunia dalam jangka panjang. Namun, ada lebih banyak kekhawatiran tentang dampak jangka pendek dari lonjakan jumlah kasus pada sektor perdagangan dan industri. “Korban virus menjadi perhatian seluruh dunia mengingat ukuran PDB China, mengingat ukuran ekonomi China,” imbuh Price.