JAKARTA – Rupiah tetap bertahan di zona hijau pada perdagangan Rabu (30/11) sore seiring kabar bahwa pemerintah China setuju untuk melonggarkan kebijakan nol-Covid mereka, yang memberikan sentimen positif untuk aset berisiko. Menurut data Bloomberg Index pukul 14.58 WIB, mata uang Garuda berakhir menguat 11 poin atau 0,07% ke level Rp15.731,5 per dolar AS.
Mayoritas mata uang di kawasan Benua Asia juga terpantau mampu mengungguli greenback. Won Korea Selatan menjadi yang paling perkasa setelah terapresiasi 0,19%, diikuti baht Thailand yang bertambah 0,15%, peso Filipina dan yuan China yang sama-sama menguat 0,13%, dan yen Jepang yang naik 0,06%. Sebaliknya, dolar Singapura harus melemah tipis 0,02%, sedangkan dolar Hong Kong terkoreksi 0,01%.
“Rupiah diperkirakan akan bergerak menguat seiring optimisme bahwa pemerintah China akan melonggarkan aturan zero-Covid policy mereka setelah mengumumkan vaksinasi untuk lansia, memberikan harapan pada investor untuk pembukaan kembali ekonomi,” tutur analis DCFX Futures, Lukman Leong, pagi tadi seperti dikutip dari CNN Indonesia. “Meski demikian, penguatan akan terbatas akibat sentimen domestik yang masih negatif karena investor terus melepas kepemilikan SBN (Surat Berharga Negara).”
Untuk meredam kemarahan para pengunjuk rasa dalam protes anti lockdown, pemerintah China memang mulai melakukan langkah-langkah pelonggaran pembatasan Covid-19. Pemerintah Kota Beijing mengatakan bahwa mereka tidak akan lagi memasang gerbang untuk memblokir akses ke kompleks apartemen tempat banyak warga terinfeksi virus corona. Selain itu, otoritas Guangzhou kini sudah tidak lagi mengharuskan penduduknya menjalani tes Covid-19 massal.
Dari pasar global, indeks dolar AS terpantau bergerak lebih rendah pada hari Rabu, tetapi tetap dekat posisi tertinggi satu minggu, saat investor menantikan pidato Ketua The Fed, Jerome Powell, serta data ekonomi krusial pada akhir pekan ini. Mata uang Paman Sam melemah 0,197 poin atau 0,18% ke level 106,625 pada pukul 14.48 WIB.
“Kami memperkirakan Powell akan membicarakan perlunya kondisi keuangan yang lebih ketat, (yang) dapat menyebabkan pelaku pasar menilai kembali prospek ekonomi global dan selanjutnya mendorong kenaikan dolar AS,” papar ahli strategi di Commonwealth Bank of Australia, Carol Kong, dilansir dari Reuters. “Sementara itu, kebijakan nol-Covid China tidak diragukan lagi merupakan sumber ketidakpastian terbesar untuk prospek ekonominya.”
Investor saat ini memberikan peluang sebesar 63,5% bahwa The Fed akan memperlambat laju kenaikan suku bunga setengah poin pada 14 Desember dan peluang 36,5% untuk kenaikan 75 basis poin. Sementara itu, data nonfarm payrolls AS pada hari Jumat (2/12) diprediksi akan menunjukkan 200.000 pekerjaan baru ditambahkan pada bulan November 2022, turun dari 261.000 pada bulan sebelumnya.