JAKARTA – Rupiah harus menerima nasib tertahan di zona merah pada perdagangan Senin (8/5) sore, walau dolar AS bergerak lebih rendah, setelah cadangan devisa Indonesia dilaporkan mengalami penurunan. Menurut paparan Bloomberg Index pukul 14.59 WIB, mata uang Garuda ditutup melemah 32,5 poin atau 0,22% ke level Rp14.710,5 per dolar AS.
Siang tadi, Bank Indonesia melaporkan bahwa cadangan devisa Indonesia pada akhir April 2023 tercatat sebesar 144,2 miliar dolar AS. Posisi ini lebih rendah 1 miliar dolar AS dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month) yang sebesar 145,2 miliar dolar AS. Penurunan posisi cadangan devisa antara lain dipengaruhi kebutuhan pembayaran utang luar negeri pemerintah dan peningkatan kebutuhan likuiditas valuta asing sejalan dengan antisipasi Lebaran 2023.
“Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,4 bulan impor atau 6,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah dan berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor,” papar Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Erwin Haryono. “Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.”
Sementara itu, mata uang di kawasan Benua Asia terpantau bergerak variatif melawan greenback. Won Korea Selatan menjadi yang paling terpuruk setelah melorot 0,36%, disusul baht Thailand yang minus 0,17%, yen Jepang yang melemah 0,13%, dan yuan China yang terkoreksi 0,04%. Sebaliknya, dolar Singapura masih mampu menguat 0,06%, rupee India bertambah 0,04%, dan peso Filipina naik tipis 0,02%.
Dari pasar global, dolar AS sejenak menarik napas pada hari Senin, setelah turun pada minggu lalu, ketika Federal Reserve mengisyaratkan diakhirinya siklus kenaikan suku bunga, dengan para pedagang mengalihkan fokus mereka ke inflasi AS dan data pinjaman bank untuk minggu depan. Mata uang Paman Sam terpantau melemah 0,101 poin atau 0,10% ke level 101,113 pada pukul 12.14 WIB.
“The Fed cenderung menghindari kemungkinan penurunan suku bunga pada tahun ini, yang agak bertentangan dengan pasar suku bunga yang menetapkan harga pemotongan,” kata analis HSBC dalam sebuah catatan, dikutip dari Reuters. “Jika The Fed terbukti benar selama tahun 2023, maka itu akan membuat penurunan dolar AS lebih sulit untuk diperpanjang. Namun untuk saat ini, pasar kemungkinan akan berjalan dengan tema puncak suku bunga The Fed.”