Deteksi Status HIV/AIDS, Biaya Tes Viral Load Masih Mahal

Tes Viral Load Untuk Deteksi Status HIV/AIDS - usaid.gov

JAKARTA – Penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) yang disebabkan oleh HIV (human immunodeficiency ) masih menjadi salah satu momok menakutkan. Untuk mengetahui status infeksi orang dengan HIV/AIDS (ODHA), ada beberapa metode yang dapat dilakukan, salah satunya tes viral load. Sayangnya, biaya untuk melakukan pemeriksaan tersebut memang masih cukup mahal.

Bacaan Lainnya

Umumnya, tarif tes viral load di Indonesia masih berada di angka ratusan ribu, bahkan ada yang mematok biaya hingga jutaan rupiah. Yayasan Kasih Globalindo, dilansir dari website resminya, mematok biaya tes viral load sebesar Rp750 ribu, belum termasuk biaya administrasi sebesar Rp50 ribu per kunjungan. Sementara itu, biaya tes viral load di Klinik Angsamerah sebesar Rp938 ribu, belum termasuk biaya administrasi sebesar Rp100 ribu untuk kunjungan pertama.

Dikutip dari situs resmi Kementerian RI, viral load adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk melihat efektivitas terapi ARV pada ODHA. Badan Kesehatan Dunia () pun merekomendasikan pemeriksaan viral load HIV (VL HIV) sebagai metode untuk memonitor efektivitas pengobatan. “Semakin dini pemeriksaan VL HIV dilakukan, maka kematian pada ODHA dapat kita cegah dan potensi penularannya juga dapat ditekan,” tutur Direktur P2PML Kementerian Kesehatan RI, dr. Wiendra Woworuntu.

Menurut keterangan Yayasan Spiritia, viral load biasanya dilaporkan sebagai jumlah tiruan atau copies HIV dalam satu mililiter darah (copies/mm3). Hasilnya sering disebut sebagai angka saja, tanpa disebut satuan. Batas atas tes kurang lebih 1 juta, dan terus disempurnakan sehingga menjadi lebih peka. Batas bawah tes bDNA pertama adalah 10.000. Model tes generasi kedua dapat mengukur hingga 48. Saat ini, sudah ada tes sangat peka yang mampu mendeteksi kurang dari lima copies.

“Tes ini dapat dipakai untuk diagnosis, karena tes dapat menemukan virus beberapa hari setelah seseorang terinfeksi HIV,” tulis Yayasan Spiritia. “Ini lebih baik dibandingkan tes HIV baku (tes antibodi), yang bisa saja ‘negatif’ selama tiga bulan setelah infeksi HIV. Namun tes viral load tidak disetujui di Indonesia untuk diagnosis HIV, kecuali untuk lahir.”

Antonio, salah satu ODHA mengaku rutin melakukan pemeriksaan viral load. Dengan pemeriksaan itu, ia dapat mengetahui bahwa pengobatan ARV yang dijalaninya berfungsi dengan baik. “Dengan mengetahui jumlah viral load, kita bisa mengetahui apakah pengobatan ARV kita berfungsi dengan baik dan bisa mengurangi risiko penularan kepada kita,” katanya.

Pos terkait