JAKARTA – Rupiah tetap berada di area merah pada perdagangan Kamis (25/5) sore setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia hari ini memutuskan untuk menahan suku bunga acuan sebesar 5,75%. Menurut laporan Bloomberg Index pukul 14.59 WIB, mata uang Garuda berakhir melemah 53 poin atau 0,36% ke level Rp14.953 per dolar AS.
Dalam rapat dua hari yang berakhir siang tadi, Bank Indonesia memutuskan kembali menahan suku bunga acuan BI 7 Day Reverse Repo Rate tetap berada di level 5,75%. Dengan demikian, suku bunga deposit facility tetap sebesar 5% dan suku bunga lending facility tetap sebesar 6,5%. Bank sentral terakhir kali mengatrol suku bunga pada bulan Januari 2023 lalu.
“Keputusan mempertahankan ini konsisten dengan stance kebijakan moneter untuk memastikan inflasi inti dan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) tetap terkendali,” papar Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo. “Fokus kebijakan Bank Indonesia saat ini diarahkan pada stabilitas nilai tukar rupiah untuk mengendalikan inflasi barang impor atau imported inflation.”
Sementara itu, dolar AS bergerak naik terhadap sekeranjang mata uang utama, terdorong ke level tertinggi dua bulan terhadap euro dan posisi puncak enam bulan versus yen Jepang pada hari Kamis, karena ekonomi AS yang tangguh membuat investor mengurangi taruhan mereka pada penurunan suku bunga tahun ini. Mata uang Paman Sam menguat 0,167 poin atau 0,16% ke level 104,054 pada pukul 12.29 WIB.
Seperti dilansir dari Reuters, ketahanan ekonomi AS dalam menghadapi kampanye pengetatan agresif Federal Reserve telah memangkas ekspektasi penurunan suku bunga pada tahun ini menjadi hanya seperempat poin di bulan Desember. Pasar uang meningkatkan peluangnya menjadi sekitar 1 banding 3 untuk kenaikan seperempat poin lainnya di bulan Juni, setelah beberapa pejabat The Fed menunjukkan sikap hawkish baru-baru ini.
Greenback juga diuntungkan dari permintaan aset safe haven, secara paradoks karena kebuntuan plafon utang AS mengancam gagal bayar segera setelah 1 Juni, ketika Departemen Keuangan AS memperingatkan akan tidak mampu membayar semua tagihannya. Fitch kemarin menempatkan peringkat utang ‘AAA’ untuk AS pada pengawasan negatif, menambah kesan krisis yang akan segera terjadi.
“Dolar AS telah melihat pergerakan yang bagus dan solid lebih tinggi, dan ada alasan bagus untuk itu, terutama pada permintaan tempat berlindung di tengah kebuntuan plafon utang AS, serta tanda-tanda perlambatan (ekonomi) yang meningkat di China dan Eropa,” kata seorang analis di IG Markets, Tony Sycamore. “Saya yakin dolar AS bisa berada di puncak pergerakan 2% lebih tinggi lagi, dan Fitch bisa menjadi pemicunya.”