jakarta – Setelah bergulir dalam kisaran yang relatif sempit, rupiah mampu mengakhiri perdagangan Senin (27/9) di area hijau ketika selera investor terhadap aset berisiko meningkat. Menurut laporan Bloomberg Index pukul 14.59 WIB, mata uang Garuda ditutup menguat tipis 5 poin atau 0,04% ke level Rp14.252,5 per dolar AS.
Sementara itu, mayoritas mata uang di kawasan Benua Asia terpantau mampu mengungguli greenback. Baht thailand menjadi yang paling perkasa setelah melonjak 0,34%, diikuti dolar Singapura yang menguat 0,18%, won Korea Selatan yang bertambah 0,17%, dan ringgit Malaysia yang naik 0,14%. Mata uang beberapa negara maju pun tampak perkasa, termasuk dolar Kanada dan dolar Australia.
“Rupiah kemungkinan bergerak di zona hijau pada perdagangan hari ini, karena sentimen pasar keuangan global terhadap aset berisiko terlihat membaik,” ujar analis pasar uang, Ariston Tjendra, pagi tadi seperti dilansir dari CNN Indonesia. “Situasi pandemi dalam negeri yang terus membaik juga mendukung penguatan mata uang Garuda.”
Seiring dengan membaiknya aset berisiko, mata uang safe haven seperti yen jepang sempat turun pada transaksi hari ini, ketika kekhawatiran dampak dari kasus China Evergrande group ke pasaran global perlahan surut. Mata uang Jepang sempat melemah ke level 110,81 terhadap dolar AS, menyamai level terendah pada 7 Juli 2021, sebelum akhirnya bangkit ke posisi 110,67 per dolar AS.
Seperti diberitakan reuters, kekhawatiran bahwa pengembang terbesar kedua di China, Evergrande, dapat gagal membayar utangnya sebesar 305 miliar dolar AS telah membayangi perdagangan dalam beberapa pekan terakhir, tetapi beberapa dari ketakutan akan dampak tersebut telah surut. Beberapa pemerintah daerah di China telah membuat rekening kustodian khusus untuk proyek-proyek properti Evergrande guna melindungi dana yang dialokasikan untuk proyek-proyek perumahan agar tidak dialihkan, bunyi laporan Caixin.
“Dolar AS kemungkinan akan tetap terjebak dalam arus silang fomc yang lebih hawkish dan memudarnya kekhawatiran di sekitar potensi default Evergrande,” tulis analis Commonwealth Bank of Australia dalam catatan klien. “Namun demikian, risikonya condong ke greenback yang lebih kuat, dengan kekhawatiran Evergrande yang diperbarui tidak mungkin memicu tingkat volatilitas pasar pada minggu lalu.”