Arti Konstituen Partai dalam Demokrasi Pancasila

Demokrasi Pancasila - www.maxmanroe.com
Demokrasi Pancasila - www.maxmanroe.com

Sudah ada banyak literatur yang mengatakan bahwa partai politik memegang posisi penting dalam menentukan keberhasilan demokrasi sebagai suatu . Pasalnya, melalui partai politik, demokrasi dapat dilaksanakan, dan mungkin terus disempurnakan, baik yang terkait dengan pemilihan umum atau mekanisme electoral system. Bisa dibilang, partai politik adalah keniscayaan dalam banyak sistem demokrasi, termasuk Demokrasi Pancasila yang berlaku di negara kita. Meski demikian, partai politik juga tidak akan berarti tanpa adanya konstituen yang loyal.

Bacaan Lainnya

Saat ini, pelaksanaan demokrasi dalam negara demokrasi modern sudah tidak mungkin lagi dilakukan dengan menggunakan metode demokrasi langsung, karena akan ada banyak kendala yang timbul jika dipaksakan. Karena itu, pelaksanaan demokrasi sekarang dilakukan oleh wakil-wakil rakyat, yang biasanya dipilih melalui mekanisme pemilihan umum.

Sebelum dapat dipilih menjadi wakil rakyat, individu-individu ini biasanya akan bergabung dengan apa yang dinamakan partai politik. Secara singkat, ini adalah organisasi atau lembaga yang melakukan koordinasi calon untuk bersaing dalam pemilihan. Partai politik dapat dikatakan sebagai bagi warga negara untuk berpartisipasi dalam proses pengelolaan negara.

Fungsi Partai Politik

  • Fungsi pertama, dan mungkin yang utama, partai politik adalah memperjuangkan kepentingan publik melalui kebijakan publik untuk kesejahteraan bersama.[1] Dalam proses politik ini, ada dua hal yang diperjuangkan partai politik, yakni melakukan dialog secara intensif dengan masyarakat untuk mengetahui publik serta mengangkat isu publik dalam perdebatan parlemen hingga menjadi keputusan politik.
  • Sebagai sarana rekrutmen politik, menyeleksi kepemimpinan dan kader-kader yang berkualitas.
  • Partai politik juga dapat dijadikan sarana pengatur konflik, dengan cara berdialog dengan pihak-pihak yang berkonflik, menampung, dan memadukan berbagai aspirasi dan kepentingan.

Berbeda dengan perkembangan partai politik di negara maju yang tumbuh melalui proses panjang sehingga memiliki potensi meningkatkan kapasitasnya seoptimal mungkin, partai politik di negara berkembang lahir dan tumbuh melalui proses berbeda. Di Indonesia misalnya, bermula dari kalangan elit untuk memperjuangkan kemerdekaan, kemudian mengalami penurunan fungsi sepanjang Orde Baru, lalu digunakan sebagai ‘kendaraan politik’ untuk mempromosikan figur yang ‘dinilai’ berpotensi menjadi pemimpin politik sepanjang era reformasi.[2]

Proses Pemungutan Suara - id.wikipedia.org
Proses Pemungutan Suara – id.wikipedia.org

Arti Konstituen Partai

Untuk memperkuat posisinya dan meningkatkan potensi untuk bersaing, setiap partai politik sangat bergantung pada apa yang dinamakan konstituen. Di Indonesia, definisi konstituen masih sangat beragam. Ada yang mengatakan pemilih di daerah pemilihan atau pendukung partai politik. Ada pula yang mendefinisikan konstituen sebagai warga negara yang diwakili oleh seorang legislator yang sudah terpilih dalam pemilihan umum atau pemilu.[3]

Terlepas dari pengertiannya yang beragam, konstituen di era reformasi dapat dikatakan memegang peranan yang penting untuk ikut mewarnai perkembangan partai politik, terutama di Demokrasi Pancasila yang memungkinkan banyak partai sebagai sarana rakyat menunjuk wakil mereka. Semakin besar konstituen yang memberikan dukungan dalam pemilihan umum legislatif, semakin besar pula kans partai tersebut untuk memiliki akses dan aset dalam kekuasaan, dan semakin besar pula pengaruhnya di publik.[4]

Dalam suatu studi yang dilakukan Friedrich Naumann Stiftung für die Freiheit (FNS) bekerja sama dengan FISIP Universitas Nasional, ditemukan tiga karakter pemilih atau konstituen di Indonesia.[5] Pertama adalah konstituen konservatif, yakni konstituen partai yang dalam menentukan pilihan lebih didominasi faktor ikatan emosional. Kedua adalah konstituen pragmatis, yang menentukan pilihan berdasarkan faktor kepentingan langsung dan sesaat. Terakhir, konstituen rasional, yang menentukan pilihan berdasarkan faktor , kemampuan, kompetensi, akuntabilitas, dan konsistensi partai.

Meski demikian, karakter konstituen tersebut tidak baku dan bisa berubah kapan saja, tergantung tuntutan kebutuhan konstituen, kondisi terkini partai politik, opini publik, serta kondisi sosial, ekonomi, dan politik, baik lokal, regional, maupun nasional. Karena itu, pemilih konservatif pada pemilihan legislatif dapat berubah menjadi pemilih pragmatis atau rasional pada pemilihan kepala daerah dua kemudian.

Nah, agar konstituen tetap ‘setia’ dan tidak berpaling hati, maka membina hubungan dengan konstituen tetap harus dijaga oleh kader politik. Dengan melibatkan konstituen, partai politik dapat menggunakan dari pemilih mereka untuk memastikan bahwa platform mereka sesuai dengan konstituen dan kebijakan mereka mencerminkan masalah-masalah yang relevan.

[1] Taufiqulhadi, T. 2015. Relasi DPR, Partai Politik dan Konstituen. Jurnal Transformative, Vol. 1(1): 1-9.

[2] Paskarina, Caroline, Neneng Yani Yuningsih, Siti Witianti. 2012. Sosiohumaniora UNPAD, Vol. 14(2): 262-272.

[3] National Democratic Institute. Hubungan dengan Konstituen: Panduan Menuju Praktek-Praktek Terbaik, hlm. 6.

[4] Subagyo, Hari, dkk, 2011. Konstituen: Pilar Utama Partai Politik (Modul Pendidikan Politik: Manajemen Konstituen). Bonn: Friedrich Naumann Stiftung fuer die Freiheit.

[5] Ibid.

Pos terkait