BEIJING – China diketahui menjadi negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia, mencapai angka lebih dari 1,3 miliar jiwa berdasarkan data Worldometers.info per Agustus 2021. Namun, sebuah studi terbaru menunjukkan populasi Negeri Tirai Bambu bisa berkurang setengahnya dalam 45 tahun ke depan, merujuk tingkat kelahiran yang cuma 1,3 anak per wanita sepanjang tahun lalu.
Seperti dilansir dari South China Morning Post, pada tahun 2019 lalu, PBB memproyeksikan bahwa China masih akan memiliki sekitar 1,3 miliar orang pada tahun 2065. Namun, peneliti University of Washington lewat studi yang diterbitkan di The Lancet mengatakan bahwa populasi China akan berkurang setengahnya pada tahun 2100. Nah, riset terbaru dari profesor Jiang Quanbao dan rekan-rekannya di Universitas Xian Jiaotong menunjukkan penurunan populasi negara itu mungkin akan lebih cepat.
“Pihak berwenang China perlu memperhatikan dengan saksama potensi kelembaman negatif dari pertumbuhan penduduk dan membuat rencana dengan tindakan pencegahan terlebih dahulu,” tulis Jiang dalam penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Xian University of Finance and Economics. “Jika tingkat kesuburan turun menjadi 1, dalam 29 tahun, populasi di negara kita akan turun setengahnya.”
Tingkat kelahiran baru, meskipun secara tak terduga rendah, didasarkan pada data dari sensus terakhir, yang diyakini paling akurat karena dikumpulkan seluruhnya dengan bantuan perangkat digital untuk pertama kalinya dan diperiksa silang dengan kumpulan data pemerintah lainnya. Meskipun temuan sensus hanya sebagian yang diungkapkan kepada publik, menurut peneliti, informasi itu telah memberikan cahaya baru tentang perubahan dan tren perkembangan masa depan dalam populasi China.
Menurut data sensus baru, anak-anak membentuk sekitar 17 persen dari populasi, sementara proporsi orang usia di atas 60 tahun naik menjadi lebih dari 18 persen. Para peneliti mengatakan ini adalah pertama kalinya China memiliki lebih banyak lansia daripada orang muda. Pandemi mungkin berdampak pada persalinan, tetapi Jiang dan rekan-rekannya mengatakan kemungkinan tingkat kelahiran akan pulih relatif rendah.
Sementara pemerintah telah melonggarkan kebijakan kependudukannya awal tahun ini, dengan mengizinkan semua keluarga memiliki tiga anak, banyak penelitian telah menunjukkan bahwa faktor ekonomi, seperti harga properti yang tinggi, menjadi faktor utama yang menurunkan angka kelahiran. “Orang-orang tidak berani memiliki anak karena tekanan ekonomi yang meningkat. Ada juga kekurangan parah dalam mendukung layanan untuk melahirkan dan merawat anak,” tulis peneliti.
Sebuah studi yang dirilis Chinese Academy of Sciences menemukan bahwa di Delta Sungai Yangtze, salah satu daerah paling maju di negara itu, harga perumahan yang meningkat pesat telah menyebabkan daerah tersebut memiliki salah satu tingkat kelahiran terendah. Studi lain pada bulan Agustus kemarin menunjukkan bahwa di China, setiap kenaikan 1.000 yuan (155 dolar AS) per meter persegi dalam harga properti, mengurangi kemungkinan memiliki satu anak sebesar 2 persen, dan memiliki dua anak sebesar 5 persen.
Profesor Chen Gong, Direktur Institut Penelitian Kependudukan Universitas Peking, memperkirakan dalam sebuah artikel baru-baru ini di situs web Biro Statistik Nasional bahwa populasi Negeri Panda akan mulai menurun pada tahun 2025. Meski demikian, sementara angkanya menyusut, populasi yang menua mendatangkan beberapa kabar baik.
“Misalnya, jumlah warga negara dengan kualifikasi pendidikan tinggi hampir dua kali lipat selama dekade terakhir dan sekarang mencapai 15 persen dari populasi, yang dapat mendorong pembangunan negara,” ujar Chen. “Diharapkan kualitas penduduk China akan meningkat pesat dan menjadi motor penggerak pembangunan ekonomi berkualitas tinggi, yang juga akan mengurangi tekanan pada sumber daya alam dan lingkungan.”