Aren, atau yang disebut dengan Enau merupakan jenis tumbuhan palma yang terpenting setelah kelapa. Tumbuhan ini dianggap penting karena merupakan tanaman serba guna.
Aren yang besar dan tinggi, mampu mencapai 25 meter, dengan diameter hingga 65 cm. Memiliki batang pokok yang kukuh dan pada bagian atas diselimuti oleh serabut berwarna hitam yang dikenal sebagai ijuk. Pohon aren menghasilkan banyak hal yang bermanfaat bagi kebutuhan manusia, utamanya sebagai penghasil gula,
Gula aren diperoleh melalui menyadap tandan bunga jantan yang mulai mekar dan menghamburkan serbuk sari yang berwarna kuning. Tandan tersebut dimekarkan dengan cara dipukul selama beberapa hari, hingga keluar cairan dari dalamnya. Kemudian tandan dipotong, pada bagian ujung digantungkan tahang bambu untuk cairan yang menetes. Cairan manis tersebut dinamai nira atau legen.
Nira memiliki berbagai manfaat dan kegunaan, diantaranya adalah sebagai bahan baku gula, kolang kaling, minuman beralkohol, hingga dapat dijadikan sebagai energi ramah lingkungan.
“Kami ingin memanfaatkan jadi alternatif energi. Salah satu desa binaan kami, Desa Bendungan Kecamatan Manangguh,” kata Dwi Sudharto, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan KLHK.
Di Desa Bendungan ada 4.500 pohon aren. Dengan asumsi satu pohon 15-20 liter nira aren, bisa hasilkan 90.000 liter per hari atau 2, 7 juta liter per bulan. Jika dihitung dengan skala keuntungan ekonomi, pengelolaan nira aren menjadi bioethanol ini dianggap lebih menjanjikan. Untuk mengolah nira aren menjadi gula, dalam setiap 50 liter akan hasilkan tujuh kg.
Dengan asumsi harga 80 ribu rupiah, keuntungan hanya berkisar 5 ribu rupiah. Sedangkan untuk setiap 25 liter nira aren, jika diolah dengan katalisator bisa menghasilkan dua liter bioethanol dengan kadar 90 hingga 92 persen. Hasil bioethanol 216.000 liter per bulan dengan biaya produksi Rp 6.700. Dengan asumsi harga jual bioethanol mix per liter Rp10.000, harga jual Rp44.000 atau keuntungan bisa mencapai Rp145 ribu.
Pemanfaatan energi alternatif dengan menggunakan nira ini lebih lanjut diharapkan mampu dilaksanakan di daerah lain yang kaya aren, seperti di Sulawesi utara sampai selatan. “Peningkatan kapasitas masyarakat perlu agar mampu melaksanakan usaha mandiri. Di sini peran lembaga litbang dan perguruan tinggi,” lanjutnya.
Menurutnya, hal yang tak kalah penting untuk guna memanfaatkan potensi nira aren adalah kesinambungan bahan baku. Penanaman varietas unggul dianggap sangat penting.
“Telah diperoleh varietas unggul aren genjah Kutim yang dapat disadap sampai dengan mayang ketujuh, mulai umur lima sampai enam tahun, menghasilkan nira 25 liter per mayang per hari. Aren tak terlalu tinggi memudahkan pemanenan. Ia dapat dikembangkan di daerah-daerah yang ciri ekologi sama dengan Kutai Timur.”
Selain aren genjah kutim yang memang sudah teruji dan resmi menjadi varietas unggul nasional, ada varietas bibit aren dalam unggul lainnya yaitu Akel Toumuung. Varietas tersebut mampu memproduksi nira dengan hasil tinggi, rata-rata lebih dari 30 liter aren per mayang per hari dengan masa sadap lebih dari tiga bulan. Varietas aren Akel Toumuung ini secara resmi dilepas oleh Menteri Pertanian sebagai varietas unggul pada Oktober 2014 lalu.
Dengan banyaknya keuntungan yang didapat dari palma aren, tak heran jika aren dijadikan sebagai investasi jangka panjang, maupun tanaman masa depan.